Bunuh Kekhawatiran, Ketakutan dan Kecemasan, BAHAGIA dalam Hidup : Alam Pikir adalah Semestamu melebihi Semesta Nyata
Catatan Penting sebelum melanjutkan bacaan pada Artikel ini, dan harus menyetujui lebih dahulu bahwa Hidup adalah Masalah, dan Mengahadapi Hidup berarti Menghadapi Masalah, sebenarnya kita tidak sedang menghadapi hidup melainkan MENGHADAPI MASALAH. jika anda setuju dengan catatan penting dari saya maka lanjutkan membaca, jika tidak sebaiknya anda kembali dulu pulang kerumah untuk cuci muka, cuci kaki dan berangkat ke Tempat tidur, istirahatlah, jika sudah jernih dan segar, pikirkan kembali catatan penting itu. Gak mungkin orang-orang tidak pernah berfikir, apalagi Eksplorasi terhadap relung pikirannya, mungkin saja tidak menyadari itu semua padahal ianya telah menjelajah sendiri dalam fikirannya, tuntunan dalam hidup adalah kebijaksanaan, dan Ataraxia mungkin adalah induk dari sebuah kebijaksanaan itu jika dapat dimaknai secara mendalam dengan kebijaksanaan itu sendiri, Ataraxia merupakan "Ketiadaan Gangguan" yang dapat diartikan ketiadaan masalah, ketiadaan masalah bukan berarti tidak ada masalah, namun lebih kepada menganggap bahwa masalah adalah suatu hal yang harus diterima dan dihadapi, banyak cara untuk menghadapi masalah, hal itu jika dihubungkan dengan "Amor Fati" atau Mencintai Takdir tentu jatuhnya secara awam adalah penerimaan secara ikhlas, Amor Fati sendiri merupakan keadaan batin yang telah mampu Mencintai Takdir, kata lainnya adalah menerima seluruh keadaan apapun itu yang terjadi, sampai disini terkadang kita lemah memaknai itu semua, cinta terhadap takdir, penerimaan terhadap takdir, bukan berarti tidak berusaha sama sekali untuk mendapatkan yang terbaik versi diri sendiri melainkan tetap berupaya maksimal, tetap mengalami proses perjuangan yang kuat, ketat, dan pada akhirnya melakukan penerimaan terhadap hasilnya, mungkin Filsafat akan membantu kita untuk mengatasi kesusahan, kesulitan, kecemasan, dan ketakutan dalam hidup ini, sebenarnya keadaan susah, tidak bahagia, menderita, atau apapun itu yang sejenisnya berasal dari pikiran diri sendiri, ingatan terhadap kesalahan masa lalu, penyesalan terhadap keadaan terdahulu, ketakutan akan masa yang akan datang serta sesuatu apapun itu yang dikemudian hari menjadi kekhawatiran, dan hari ini, hari yang sedang dijalani adalah keadaan nyata yang sebenarnya, adalah sebenar-benarnya kenyataan yang dapat digenggam dan dikendalikan, bukan tentang masalalu atau yang akan datang, yang lalu dan yang akan datang hanya berada dalam pikiran, itulah yang merasuki jiwa dan menjadikan diri penderitaan, kita sebagai manusia seringkali berusaha menganggap yang sesungguhnya diluar dari kemampuan diri adalah milik kita, mengendalikan yang diluar kendali, mengatur yang tidak seharusnya berada dalam pengaturan diri, ingat bahwa sesuatu yang berada diluar kendali dari diri manusia adalah tidak penting, itu salah satu hal yang bisa menjadi pegangan dalam berpikir, fokuslah terhadap apa yang dapat dikendalikan, fikiran? ya, itu dapat dikendalikan, lalu hal-hal yang diluar kendali apakah layak difikirkan? bukan berarti pula bahwa sesuatu yang diluar kendali itu diabaikan, namun tidak akan menjadi sebuah gangguan, terutama pikiran. baik, kita bahas seringkas-ringkasnya mengenai Filsafat. Filsafat telah menjadi satu Opsi dalam menjalani hidup lebih tenang dan bahagia, Filsafat tidak menjadi suatu ajaran berbentuk agama, dalam hal ini saya sebagai penulis juga tidak menganjurkan untuk tidak mengikuti ajaran-ajaran agama yang para pembaca amini dan imani namun Filsafat seringkali atau bahkan selalu sesuai dengan Ajaran-Ajaran yang diimani, atau malah sebaliknya Ajaran agamalah yang selalu sesuai dengan keadaan apapun juga, ringkasnya Filsafat Mencintai Kebijaksanaan. untuk memudahkan kita semua mencintai kebijaksanaan tentu harus lebih dahuu mengenal apa itu Kebijaksanaan. Kebijaksanaan merupakan Kemampuan Pengendalian Diri yang berpusat pada Kecerdasan Berpikir, Kritis dan Jernih dalam Pikiran dan Tindakan, terhubung antara Cara Berpikir dengan Moral, Sosial, keadaan-keadaan yang seyogyanya, tidak memaksakan keinginan melainkan mengalir dan menerima terhadap hasil akhir dari suatu hal tertentu.
Lebih mudahnya tentang Kebijaksanaan akan kita ulas disini :
Kebijaksanaan dalam Bahasa Inggris disebut Wisdom, dalam ranah Filsafat atau bahasa Yunani : Sophia (Σοφία) berarti Hikmat atau Kebijaksanaan, itu adalah Kemampuan berpikir, bersikap, dan bertindak dengan cara tepat, bijak, sesuai dengan keadaan baik berdasarkan pengetahuan, pemahaman mendalam tentang pengalaman hidup maupun nilai-nilai kebaikan dan moral, gampangnya, kebijaksanaan adalah cara berpikir dan bertindak yang baik dan benar yang berasal dari hati nurani, pengetahuan, serta pengalaman hidup.
Perubahan pasti akan terjadi, setiap detik kita berubah, ini tentang kesiapan diri menerima perubahan, karena menolaknya adalah irasional (tidak mungkin), diperlukan kebijaksanaan dalam menyikapi keseluruhan dalam kehidupan ini, menghadapi masalah, terpenting setiap orang wajib mengetahui bahwa ketakutan terhadap perubahan atau kecewa terhadap setiap perubahan yang terjadi merupakan gangguan emosi yang berasal dari pemahaman akal yang tidak sehat (sakit), itulah penyebab penderitaan, irasionalitas, penyebab kesedihan, kedukaan, kekecewaan, stress, dan pada akhirnya ketidakbahagiaan diri, bahkan terus menerus sepanjang hidup.
Marcus Aurelius (Filsuf Stoik) pernah berkata : "Tidak ada sesuatupun yang menurut kodratnya bisa menjadi jahat", kita tidak bisa menilai sesuatu menjadi baik dan buruk, entah karena sesuatu kejadian atau hal yan gmenimpa kita, entah itu mendapatkan kejadian tertentu, misalnya kematian, kehilangan orang terkasih, ditinggal oleh kekasih, kehilangan barang, bencana, penyakit, kesemuanya tidak layak dinilai sebagai baik atau buruk, karena segala apapun itu bisa terjadi sudah seharusnya terjadi menurut kehendak tuhan atau alam semesta, sudah ketentuan itu yang semestinya terjadi, yang terjadi adalah yang terbaik.
Kebijaksanaan tertinggi adalah melepaskan keterikatan kepada hal-hal yang tidak alami, tidak terkendali, diluar kemampuan diri, ringkasnya kita sebagai insan memiliki keharusan untuk melepaskan diri dari keinginan ambisius untuk kaya, berkuasa, ketenaran, dan segala buatan-buatan manusia lainnya, meski tidak diharuskan untuk bersifat sinisme (sinisme adalah suatu paham pelepasan diri dari keterikatan duniawi, hal yang bersifat tidak alami, keharusan menjalani asketis dengan membatasi atau bahkan menjauhi kesenangan duniawi), berimbang, yang kesemuanya mesti memiliki enkrateia (kemampuan penguasaan diri) yang tinggi.
lalu, bagaimana mencapai bijaksana dengan penguasaan diri yang tinggi? bisa didapat dengan cara melepas, lepaskan semua beban (pasrah namun lebih kepada mengikhlaskan akan tetapi bukan tanpa usaha maupun perjuangan melainkan setelah dari proses perjuangan/usaha)
Salah satu cara yang dapat kami paparkan, adalah Stoikisme, suatu dan semacam aliran filsafat yang lebih sepakat merupakan cara menjalani hidup atau "Seni Hidup" untuk mencapai Eudaimonia (Kebahagiaan yang Sejati), disitu (Stoikisme) secara komprehensif akan mendapatkan hal ihwal apa itu Kebijaksanaan.
Kebahagiaan adalah Puncak tertinggi yang ingin dicapai setiap orang, setiap Manusia, siapapun dia, jika telah mencapai Kebahagiaan Sejati, Manusia tidak lagi menginginkan apapun juga, Kebahagiaan sama dengan Hidup Selaras dengan Alam, meski tidak sepenuhnya benar namun sebagian besarnya mempercayai dan meyakini itu, tujuan akhirnya dari kehidupan adalah Kebahagiaan (Eudaimonia), dalam paham bagi kaum Stoik, Kebahagiaan berarti "Kehidupan yang mengalir dengan lancar", bahasa yunaninya "Euroiabiou", mulai dari Ataraxia (Ketiadaan gangguan) hingga bersikap bijaksana (Sophia) yang mencapai Puncak Kebahagiaan (Euroiabiou), kembali kita bertanya-tanya, tulisan ini terlalu banya teori, terlalu teroritis tidak memaparkan secara mudah dan ringkas. begini bung... Bahagia itu mudah dicapai jika kita telah memahami caranya, kesulitan itu adalah suatu cara mencapainya, lalu membaca atau memahami saja sudah terlalu sulit? bagaimana anda bisa berbahagia atau setidaknya paham apa itu bahagia!!
Selayaknya perjalanan, ketika hendak pergi ke suatu daerah wisata, tentunya harus mengetahui arah atau jalan menuju ke lokasi tersebut, begitulah anda saat ini, saat membaca tulisan ini yang merupakan semesta dari penulis (alam pikir) dengan dihubungkan dari berbagai pengetahuannya, berbagai pengalamannya maupun kedalamannya dalam berpikir, disini kita sama bung.. kita dijalan yang sama, yang memiliki keinginan untuk Eudaimonia, Ataraxia, kami (saya sebagai penulis) tidak memvonis siapapun kalian para pembaca atas kesamaan kita terhadap proses atau cara ataupun pemahaman kita terhadap tujuan pencapaian kebahagiaan, Penulis mengakui kedangkalan penulis dalam menarasikan maupun mendeskripsikan Bahagia dalam arti yang seluas-luasnya. kita sepakati bahwa kita punya tujuan sama.. mari kita lanjutkan dari pada berdebat pikiran dalam membaca tulisan ini.
Mari kita lanjutkan berpikir, menjelajah semesta, anda tau bahwa semesta ini sangat luar biasa keluasannya? sangat tidak terhingga, anda tau setiap tidak terhingga jika dikalikan kepada bilangan apapun hasilnya adalah tidak terhingga? taukah anda bahwa ternyata pikiran kita juga seluas semesta ini? tak terhingga? begitulah kekuasaan Allah, Kekuasaan Tuhan yang Maha Esa, lalu sampai saat ini anda masih sempit berpikir? bukankah untuk mencapai Ataraxia caranya mengendalikan apa yang dapat dikendalikan, dan lepaskan dari diri kita sesuatu hal ihwal yang berada diluar kendali kita? nah, pikiran berada dalam kendali kita, dan pikiran itu seluas semesta ini yang tak terhingga kedalamannya, tak terhingga keluasannya, bukankah itu menandakan bahwa diri sendirilah yang selama ini menyempitkan segala sesuatu hal yang terjadi pada diri kita, terhadap sesuatu yang kita alami, itulah sebabnya tidak layak diberikan predikat baik dan buruk terhadap sesuatu hal yang terjadi pada diri kita, baik itu musibah, bencana, kehilangan orang terkasih, mendapatkan lotre, mendapatkan cita-cita, melainkan lampiasan terhadap keseluruhan itu disalurkan melalui rasa syukur yang mermuara pada keikhlasan sehingga membentuk amor fati (mencintai takdir) kesemuanya itu berada dalam kendali pikir kita, kemampuan diri kita dalam merespon sesuatu yang datang kepada kita entah itu "kebaikan" atau "keburukan" yang sering disebut-sebut sebagai Predikat oleh khalayak. intinya sepanjang kita memahami bahwa Pikir adalah Semesta, tentu keluasannya yang tak terhingga melapangkan segalanya, tidak sempit dalam menilai sesuatu.
Kita ditentukan oleh apa yang kita pikirkan, kita terpusat pada pikiran kita, sumber stres adalah pikiran, dan ketika kita mampu mengalihkan pikiran dengan cara fokuskan pada perhatian maka tentu menghindarkan kita dari segala Penderitaan, sumber kesemuanya adalah pikiran, mari kelola pikiran dengan Baik.
Comments
Post a Comment