Bukan Tentang Hidup tapi Tentang Kenyataan

Siapa sangka bahwa setiap manusia pasti pernah berpikir bahwa dia ternyata hidup, menjalani hidup, menghadapi kehidupan, realitanya sakit, susah, menderita, fisik, pikiran, perasaan. Dan adapula bahagia, senang, tawa, ceria, suka cita, itu semua hanya setetes dari air lautan yang ada di Bumi ini.

Sadar atau tidak, suka atau tidak, itulah kenyataan, bahwa dunia ini dengan segala isinya, seluruh makhluk yang ada didalamnya, hewan, tumbuhan, benda-benda, tanpa terkecuali, termasuk manusia, iya... orang-orang, itu makhluk ciptaan, keterikatan diri terhadap ciptaan adalah sumber penderitaan, kita diciptakan untuk memahami hakikat kehidupan yang sesungguhnya untuk bahagia, baik dunia maupun akhirat (sesuai kepercayaan), namun kita tidak menggunakan pikiran secara maksimal tentang apa itu kebahagiaan, semakin kita merasa terikat terhadap ciptaan, semakin penderitaan melekat pada diri kira.

Lepaskan keterikatan terhadap apapun juga, maka bahagia itu telah didapat dengan mudah, itu bukan berarti tidak membutuhkan apa-apa, namun yang harus dipahami adalah keterikatannya, kebutuhan terhadap sesuatu bukan berarti terikat padanya, melainkan mendapatkan apa yang seharusnya, tapi jika tidak didapat juga tidak menjadi masalah. Ini terlalu mudah secara teori, dan terlalu gampangan dikatakan, sesungguhnya sangat sulit diimplementasikan (diterapkan) jika tidak memahami cara berpikirnya, namun apabila cara berpikirnya dipahami maka sesungguhnya sangat mudah merengkuh bahagia.

Perlu diketahui, Bahagia itu puncak dari tujuan hidup, bahagia itu bukan untuk dicapai namun dirasakan, bagaimana cara merasakan kebahagiaan? caranya adalah bersyukur, berlatihlah untuk itu, apapun yang ada dan apapun yang didapat disyukuri, kata kuncinya disitu, yang didapat, apa yang didapat itulah yang terbaik, selebihnya tidak lebih baik dari apa yang telah didapat.

Seperti Ulama Besar yang dapat kita kutip untuk dapat diterapkan, "Apa yang ditakdirkan untukmu maka tidak akan luput darimu, jika luput berarti bukan takdirmu (Syekh Mutawalli Asya'rawi)", itu juga dikatakan para Filsuf dengan kalimat berbeda namun dapat dimaknai sama yaitu Amor Fati atau mencintai Takdir, bukan hanya menerima takdir, tapi Cintai-Lah takdirmu.

Bagaimana mengetahui sesuatu itu adalah takdir bagimu? ketahuilah bahwa takdir itu dapat kita ketahui adalah takdir kita ketika kita telah berusaha terhadap sesuatu secara maksimal namun hasilnya tidak sesuai dengan harapan manusia, disitu sikap dan pikiran serta perasaan menerima hasil akhir lalu menyadari bahwa ketidaksesuaian dengan harapan itulah yang terbaik untuk diri kita, untuk kemudian sadar bahwa harapan tetaplah harapan, dan harapan itu hanya ada dalam pikiran, keterikatan terhadap harapanlah yang membuat cemas dan menderita, karenanya berhentilah berharap terhadap sesuatu. cara terbaiknya adalah berusaha maksimal terhadap tujuan tanpa berharap untuk apapun juga terkait hasil dari pengusahaan.

Tulisan ini, saya buat sebagai bahan pemikiran, jika dipertentangkan terhadap pikiran orang lain, sungguh sangat diizinkan, karena pemikiran akan diuji ketika dipertentangkan.

Comments

Popular posts from this blog

Bunuh Kekhawatiran, Ketakutan dan Kecemasan, BAHAGIA dalam Hidup : Alam Pikir adalah Semestamu melebihi Semesta Nyata

Tak diminta namun Berjanji, akibat janji menjadi Ekspektasi namun tak Terbukti : antara Menjijikkan atau Mengecewakan?

Untukmu (ANJING) : sebuah fakta falsafah